Larangan Ekspor CPO Dicabut, Ronny Harap Harga Sawit Kembali Normal

oleh
Ketua DPRD Sintang, Florensius Ronny

SINTANG, KALBAR- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Florensius Ronny berharap harga tandan buah segar (TBS) bisa kembali naik.

Hal tersebut disampaikannya menyikapi kebijakan baru pemerintah pusat yang mencabut larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) keluar Negeri.

Ronny mengatakan larangan ekspor CPO ke luar negeri sebelumnya berdampak pada turunnya harga TBS. Sebelumnya harga TBS berada di atas Rp. 4000 per kg.

“Saat ini harga TBS hanya berkisar Rp 1000 sampai Rp 2000 saja. Hal ini terjadi sejak ada kebijakan pemerintah pusat melarang ekspor CPO ke luar negeri,” kata Ronny di DPRD Sintang Senin, 23 Mei 2022.

Dikatakannya dampak kebijakan pemerintah pusat melarang ekspor CPO ke luar negeri sangat dirasakan oleh petani sawit terutama di daerah. Saat ini sawit menjadi komoditi Primadona masyarakat di daerah. Masyarakat menggantungkan perekonomiannya dari hasil perkebunan sawit.

“Dengan harga yang cuma segitu tentu petani menjadi terbebani. Apalagi harga pupuk juga ikut naik tapi tidak ikut turun, TBS turun pupuk tetap di harganya,” ucap Ronny.

Dengan dicabutnya kebijakan tersebut Ronny berharap agar harga TBS dapat kembali seperti semula.

“Dengan dicabutnya kebijakan ini kita harapkan harga TBS bisa mengalami perubahan yang cukup baik. Harganya bisa kembali normal seperti sediakala,” harapnya.

Florensius Ronny mengatakan apa yang pernah terjadi memang sangat disayangkan, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pertimbangan Presiden tentu untuk Indonesia secara luas.

“Jadi yang pertama kita sangat menyayangkan pemerintah melarang ekspor CPO ke luar negeri. Karena dampaknya itu tadi sangat dirasakan oleh petani sawit dan sekarang kita mengapresiasi karena kebijakan tersebut telah dicabut. Semoga kebijakan ini juga memberikan dampak yang positif bagi petani sawit,” kata Ronny.

Ia berharap kedepannya ada kontrol kembali dari Pemerintah Pusat terkait dengan harga buah tandan segar (BTS), agar seyogyanya bisa kembali harganya seperti sebelum dilarang ekspor yang bisa mencapai 4 ribu rupiah.

“Karena Kabupaten Sintang hampir dikatakan 50-an persen masyarakat yang tersebar di 14 kecamatan hari ini sangat bergantung kepada perkebunan perusahaan kelapa sawit,” ungkap Ronny. (Tim-Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *