PROBOLINGGO – Kota Probolinggo berhasil meraih penghargaan sebagai Kota Layak Anak (KLA) pratama dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Yambise, di Pekanbaru, Sabtu (22/7) lalu. Penghargaan itu diterima wali kota Rukmini.
Menurut Kabid Sosial Budaya (Sosbud) pada Bappeda Litbang Kota Probolinggo Dwi Agustin Puji Rahayu, penghargaan ini diberikan atas upaya yang dilakukan selama ini.
“Kota Probolinggo telah mendeklarasikan Kota Layak Anak sejak November 2013. Kita sudah mulai mengikuti penghargaan KLA ini sejak tahun 2015. Namun, sayangnya gagal lolos mendapatkan penghargaan,” ujar Yayuk –sapaan akrabnya –.
Empat tahun terakhir, pemkot berupaya menyelenggarakan KLA yang sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak nomor 12/2011 tentang Indikator KLA.
“Untuk penataan klaster ini, berada di masing-masing OPD. Seperti kluster hak sipil dan kebebasan misalnya, berkaitan dengan identitas anak. Hak anak untuk memiliki identitas diri seperti KIA menjadi wilayah dari Dispendukcapil,” ujarnya.
Terobosan yang telah dilakukan seperti penerapan layanan three in one. Yakni, ketika seorang anak lahir, langsung bisa dilakukan pengurusan akta kelahiran, kartu keluarga (KK), dan Kartu Identitas Anak (KIA).
“Selain itu, dalam aturannya di Klaster Hak Sipil, juga menyarankan agar dibentuk forum anak. Kami sudah membentuknya. Forum anak dilibatkan untuk memberi masukan dalam program pembangunan di Kota Probolinggo,” ujarnya.
Klaster selanjutnya yakni, Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, salah satunya upaya pemerintah untuk mengurangi anak yang menikah di bawah umur. “Dalam hal ini, kami bekerja sama dengan Kemenag untuk menyosialisasikan ketentuan usia menikah,” ujarnya.
Kemudian, untuk Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, upaya yang dilakukan yakni penetapan puskesmas ramah anak. Wali kota telah membuat perwali tentang puskesmas ramah anak.
“Dari 6 puskesmas yang ada di Kota Probolinggo, baru 2 yang bisa dikembangkan untuk puskesmas ramah anak. Yakni, Puskesmas Kedopok dan Puskesmas Wonoasih. Empat puskesmas lainnya, belum memenuhi kriteria karena kawasannya sempit,” ujarnya.
Sedangkan, Klaster Hak Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya, salah satu langkah yang telah dilakukan adalah menyusun perwali sekolah ramah anak. Dalam perwali ini, diatur kriteria sekolah yang ramah anak. “Kita sudah memiliki perwali tentang sekolah ramah anak. Saat ini tinggal penerapannya yang perlu dilakukan di sekolah-sekolah,” ujarnya.
Sementara Klaster Perlindungan Khusus seperti pelaksanaan sekolah inklusif di Kota Probolinggo, juga telah dilaksanakan. Serta, mendorong program perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
“Ada pusat pelayanan terpadu untuk membantu menangani korban kekerasan baik perempuan dan anak. Selain itu, di Pengadilan Negeri Kota Probolinggo telah tersedia ruangan untuk mengadili anak,” ujar Yayuk.