SINTANG, KALBAR– Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang Nekodimus banyak menerima keluhan warga di sektor pertanian. Lantaran harga pupuk yang melambung tinggi. Sementara kondisi di lapangan, harga kebutuhan pokok serba mahal.
Parahnya lagi kondisi saat ini pupuk tidak mudah didapat dan mahal. Meskipun penyaluran pupuk subsidi tersedia melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), namun stoknya terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan para petani. Banyaknya persyaratan bagi petani yang ingin mendapatkan pupuk subsidi tersebut, membuat petani mulai kehilangan kesempatan untuk mendapat jatah pupuk subsidi. Sedangkan untuk beli pupuk nonsubsidi harganya mahal.
“Seluruh petani mengeluhkan harga pupuk yang mahal. Apalagi tahun ini. Mahalnya harga pupuk ini dikeluhkan oleh semua petani, baik itu petani karet, petani sawit dan petani lada.
Padahal lanjut dia harga pupuk yang terjangkau sangat penting untuk meningkatkan produksi petani. “Harga pupuk sekarang tidak seimbang dengan harga-harga hasil pertanian sekarang ini. Jika kondisi ini dibiarkan lama maka petani akan terus merugi.
“Masyarakat sangat mengharapkan harga pupuk yang terjangkau. Saat ini harganya sangat mahal, ditambah lagi pupuk subsidi susah didapat,” katanya.
Niko menilai, kelangkaan pupuk saat ini terjadi secara nasional. Kelangkaan ini merupakan dampak dari perang Rusia dan Ukraina.
“Karena bahan pupuk ini kan banyak diimpor dari Rusia, Turki juga. Jadi bahan dasarnya itu masih banyak dari luar,” ungkapnya.
Dikatakan Niko, terjadinya resesi ekonomi akibat pengaruh COVID-19, ditambah sekarang sekarang ini proses perang Rusia Ukraina, tentunya sangat berdampak sekali pada banyak produk. Sehingga harga-harga menjadi mahal. Dan ini bukan hanya terjadi pada kita saja tapi seluruh dunia.
“Dan kita sendiri bahan bakunya terbatas, mau tidak mau harus impor. Karena barang ini impor dari luar, jadi kita harus menyesuaikan harga yang ada. Oleh karena itu, kedepan kita berharap pemerintah pusat mencari solusi atas persoalan ini. Mungkin kita bisa mencari aternatif bahan baku di dalam negeri, sehingga kita tidak bergantung dengan negara luar,” katanya.
Kalau hal itu bisa dilakukan, Niko yakin harga pupuk bisa turun. Tetapi selama masih melakukan impor dari luar, resikonya harga pupuk mahal. “Karena harga bahan baku tinggi, biaya pengangkutan juga tinggi akan berdampak pada harga pupuk yang mahal,” pungkasnya.
Saat ini harga sawit masih anjok bahkan sebelum dan sesudah kebijakan larangan ekspor CPO dicabut. “Saat harga sawit naik, harga pupuk juga naik. Saat harga sawit turun pupuk malah tetap mahal,” pungkasnya