Komisi C DPRD Sintang Gelar Raker dengan Perusahaan Sawit, Bahas Isu Upah Buruh

oleh

SINTANG, ujungjemari.id- Komisi C DPRD Kabupaten Sintang bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) menggelar rapat kerja dengan tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Sintang. Rapat berlangsung di ruang sidang utama DPRD Sintang pada Jumat, 13 Juni 2025 kemarin.

Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi C, Anastasia didampingi anggota Komisi C lainnya yakni Yuvita Apolonia Ginting, Edy Hartono, Sebastian Jaba, Ardi, dan Hemansen Figo. Dari pihak pemerintah, hadir Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sintang, Hermanus Hadi Purwanto, serta perwakilan dari tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit yakni PT. Sumber Hasil Prima, PT. Sinar Sawit Andalan dan PT. Kiara Sawit Abadi.

Dalam rapat tersebut, Anastasia menyampaikan sejumlah persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, khususnya pekerja di sektor sawit. Di antaranya adalah soal upah buruh harian, karyawan tetap, serta teknis pelaksanaan dan pembayaran kerja pruning.

“Berdasarkan laporan dari masyarakat di Ambalau, mereka menyampaikan bahwa upah pruning itu hanya Rp50.000 per hektar. Ini salah satu yang kami bahas dalam rapat,” ujar Anastasia.

Namun, ia menjelaskan bahwa perusahaan telah memberikan keterangan lebih rinci mengenai jenis-jenis pekerjaan pruning. Dari penjelasan PT Sumber Hasil Prima Sinar Sawit Andalan, pruning terbagi menjadi tiga kategori dengan upah yang berbeda-beda.

“Pertama, pruning rehab dari awal sampai berbuah, upahnya Rp1,4 juta per hektar. Kedua, pruning overdue yang nilainya Rp960.000 per hektar. Dan yang ketiga, pruning progresif atau pembuangan kepah pada saat panen. Ini dilakukan tiga kali dalam satu bulan,” jelasnya.

Menurut Anastasia, dalam satu hektar biasanya terdapat 120 batang sawit. Namun untuk pruning progresif, yang dibersihkan tidak seluruh batang, melainkan hanya sekitar 25 batang setiap panen, atau sekitar 21 persen dari jumlah pokok sawit dalam satu hektar.

“Jadi, informasi yang beredar bahwa upah pruning hanya Rp50.000 per hektar, itu perlu diluruskan. Perusahaan menjelaskan bahwa itu bukan untuk seluruh hektar, tapi hanya untuk pekerjaan saat panen yang jumlah batangnya sekitar 21 persen saja. Karena pembuangan kepah ini memang dilakukan bersamaan dengan panen buah,” terangnya.

Komisi C berharap penjelasan dari perusahaan ini bisa diteruskan kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *