Toni Buka Gawai Dayak Dusun Sabang Laja dan Luit Jaya Kelam Permai

oleh

SINTANG, ujungjemari.id- Anggota DPRD Sintang, Toni, menghadiri sekaligus membuka  Gawai Dayak di Dusun Sabang Laja dan Dusun Luit Jaya, Desa Merpak Kecamatan Kelam Permai, pada Sabtu 28 Juni 2025.

Kegiatan Gawai ini dihadiri Camat Kelam Permai Kusmara Amijaya, Kepala Desa Merpak, kepala dusun, tokoh adat, serta ratusan masyarakat dari dua dusun.

Toni mengatakan bahwa Gawai Dayak digelar sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil panen padi ladang yang telah selesai. Oleh karenanya dia mengajak seluruh masyarakat untuk tetap bersyukur, apapun hasil yang didapat dari berladang, baik secara tradisional maupun dengan sistem yang lebih modern.

“Pada musim berladang yang sudah berlalu, saya tahu ada warga Dusun Sabang Laja dan Luit Jaya yang berladang secara tradisional dan ada juga yang sudah mengelola sawah dengan sistem yang lebih maju. Dan selesai panen, itulah hasil yang kita dapatkan. Mari kita syukuri saja,” kata Toni.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sintang ini menjelaskan bahwa Gawai Dayak adalah tradisi penting yang harus terus dilestarikan. Menurutnya, gawai bukan hanya soal adat, tetapi juga tentang silaturahmi dan kebersamaan masyarakat.

“Saat kita laksanakan Gawai Dayak pasca panen padi ladang. Gawai ini merupakan tradisi kita orang Dayak yang sudah kita laksanakan sejak dulu setelah panen raya. Menurut saya, ada makna yang dalam dari pelaksanaan gawai ini,” ujarnya.

Wakil rakyat dari dapil Kecamatan Kelam Permai, Dedai dan Sungai Tebelian ini juga mengatakan bahwa dalam suasana gawai, warga saling berkunjung, menjamu tamu, dan berbagi cerita soal kegiatan berladang. Gawai juga menjadi waktu untuk beristirahat sejenak sebelum kembali ke ladang di musim tanam berikutnya.

“Intinya adalah gawai ini untuk memperkuat gotong royong dan kebersamaan di antara keluarga dan masyarakat. Serta bersiap untuk melaksanakan musim berladang berikutnya. Itu makna yang saya rasakan dan lihat dari gawai ini,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa gawai tetap relevan, bahkan bagi masyarakat Dayak yang kini tinggal di kota dan tidak lagi berladang. “Maka saya mengajak masyarakat Dayak untuk menjaga dan melestarikan adat dan budaya gawai ini. Kalaupun orang Dayak yang sudah tidak berladang, gawai ini untuk sarana kita silaturahmi dan saling bertemu serta bercerita,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *