Brama Soroti BPJS Tolak Klaim Korban Kecelakaan Warga Ganjang Melawi, Ini Jawaban BPJS Sintang

oleh

SINTANG, ujungjemari.id- Belasan warga Desa Ganjang, Kecamatan Tanah Pinoh, Kabupaten Melawi, mengalami kecelakaan tunggal pada 7 Juli 2025 di jalan PT ERNA KM 114 Bukit Penyongkai, wilayah hukum Polres Seruyan, Kalimantan Tengah. Mereka yang tengah dalam perjalanan pulang menggunakan mobil Strada mengalami musibah setelah diduga rem kendaraan blong.

Beberapa dari korban dilarikan ke RSUD Melawi untuk mendapatkan perawatan medis. Namun, menurut Bartolomeus Brama, Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat, ada persoalan serius terkait pelayanan BPJS Kesehatan terhadap korban. BPJS Kesehatan Cabang Sintang dikabarkan menolak klaim biaya pengobatan para korban kecelakaan dengan alasan administratif.

Diketahui BPJS Cabang Sintang membawahi 5 Kabupaten di Timur Kalbar yakni Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Sekadau dan Sanggau.

“Saya menerima informasi dari Ketua DPRD Melawi, Hendegi dan Pastor Ubin. Tadi malam saya langsung konfirmasi ke Kepala BPJS Cabang Sintang, Ibu Desvita, tapi memang responnya kurang memuaskan. Alasannya karena pengajuan SEP (Surat Eligibilitas Peserta) lewat dari 3×24 jam,” ungkap Brama.

Padahal, menurut Brama dalam situasi darurat seperti kecelakaan lalu lintas, seharusnya BPJS dapat menggunakan kebijakan khusus agar para peserta JKN yang aktif tetap bisa mendapatkan haknya.

“Harapannya ini jangan sampai jadi preseden buruk untuk BPJS secara nasional, karena pengabaian terhadap hak-hak pasien,” kata Brama Sabtu 11 Juli 2025.

Politisi Partai Nasdem ini berharap BPJS kedepannya bisa semakin baik dan memberikan solusi untuk masalah ini dengan mekanisme yang ada. Ia mengatakan surat dari SEP dari RSUD Melawi sudah lengkap dan laporan polisinya dari Polsek Kalimantan Tengah sudah lengkap. Hanya telat sedikit dari 3X24 jam.

“Penyebab keterlambatan memang karena saat saya koordinasi tadi pagi sekitar jam 6 dengan direktur RSUD, dijelaskan bahwa warga ini tidak terlalu paham apakah mereka peserta BPJS aktif atau tidak. Ditambah lagi ada kepanikan saat kejadian. Jadi, mereka masuk rumah sakit pokoknya minta dilayani saja, tanpa sempat berpikir soal BPJS. Ada juga rasa takut kalau pakai BPJS nanti malah tidak dilayani,” jelasnya.

Padahal, lanjut Brama setelah pihak rumah sakit membantu memeriksa, ternyata BPJS mereka aktif. “Ada 10 orang yang terdata sebagai peserta BPJS aktif. Setelah itu baru pihak RSUD membantu mengurus laporan polisi dan pengajuan SEP. Jadi, keterlambatan ini murni karena ketidakpahaman warga soal prosedur BPJS,” jelasnya.

“Mereka ini bisa dibilang masih satu keluarga. Tidak ada orang yang khusus membantu mereka di rumah sakit. Namanya orang kampung tentu tidak terlalu mengerti soal birokrasi rumah sakit, apalagi urusan BPJS. Jadi meskipun mereka peserta aktif, mereka tidak paham cara menggunakannya. Bahkan ada rasa ragu, jangan-jangan BPJS ini cuma sebatas bayar iuran saja. Kalau saya lihat, warga di kampung ini saat sehat setengah mati bayar BPJS, tapi saat sakit setengah mati bingung klaim BPJS,” pungkas Brama.

Klarifikasi BPJS Kesehatan Cabang Sintang

BPJS Kesehatan Cabang Sintang memberikan klarifikasi terkait persoalan penolakan klaim biaya pengobatan korban kecelakaan tunggal warga Desa Ganjang, Kecamatan Tanah Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sintang, Desvita Yanni, menjelaskan bahwa pihaknya sangat memahami kondisi darurat yang dihadapi keluarga korban saat kejadian tersebut.

“Kami dari BPJS Kesehatan Cabang Sintang ingin menyampaikan klarifikasi dan edukasi kepada masyarakat terkait penjaminan pelayanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional, termasuk terkait Surat Eligibilitas Peserta (SEP),” ujar Desvita Selasa 15 Juli 2025.

Menurutnya, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014, status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk fasilitas kesehatan. Peserta cukup menunjukkan NIK untuk pengecekan status kepesertaan, karena sistem BPJS Kesehatan sudah terintegrasi dengan Dukcapil.

“Begitu pasien masuk rumah sakit, proses pengecekan ini bisa langsung dilakukan oleh pihak rumah sakit. Waktu yang diberikan maksimal 3×24 jam hari kerja sejak pasien dirawat. Dalam kasus ini, korban masuk rumah sakit tanggal 7 Juli 2025. Maka harapannya proses administrasi sudah bisa selesai maksimal tanggal 9 Juli,” jelas Desvita.

Jika dalam waktu tersebut tidak dilakukan pengurusan administrasi, maka pasien dianggap sebagai pasien umum. Desvita tidak memungkiri bahwa dalam kondisi tertentu, seperti kasus warga Ganjang ini, keluarga pasien bisa saja belum memahami prosedur. Namun menurutnya, pihak rumah sakit sebenarnya dapat membantu proses tersebut dan bisa berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan.

Desvita juga menegaskan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar memahami prosedur pelayanan BPJS Kesehatan. Ia menyebut, pihaknya akan terus mendorong kerja sama lintas sektor, termasuk fasilitas kesehatan dan pemerintah daerah, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.

“Kami berpedoman pada asas-asas penyelenggaraan program JKN seperti kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, dan akuntabilitas. Ini semua menjadi dasar kami agar pelayanan kepada masyarakat bisa terus berjalan secara adil, transparan, dan berkelanjutan,” tambahnya.

Sebagai tambahan, Desvita memastikan pelayanan lanjutan seperti kontrol atau pengobatan setelah korban keluar dari rumah sakit tetap bisa dijamin oleh BPJS Kesehatan, selama peserta tersebut aktif dan mengikuti prosedur rujukan yang berlaku.

“Kami juga pastikan bahwa korban yang BPJS-nya aktif tetap bisa menggunakan layanan BPJS untuk kontrol dan pengobatan lanjutan di rumah sakit setelah keluar dari perawatan,” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *